Minggu, 13 September 2015

SEJARAH LEGENDA AIR MATA BORU TINAMBUNAN

Inilah kisah terjadinya kolam kecil yang disebut air mata boru Tinambunan. Dahulu, tepatnya di Desa Sionom Hudon, Kecamatan Parlilitan, sepasang suami istri memiliki seorang putri nan cantik dan menawan, yakni boru Tinambunan. Akibatnya, kecantikan yang dimilikinya pun tersebar ke seluruh penjuru desa sekitarnya. Banyak lelaki yang sangat terpikat akan kecantikannya, namun si boru Tinambunan tetap menolak pinangan sejumlah lelaki dari berbagai penjuru desa tetangga.
Suatu hari, seorang pemuda dari keluarga yang kaya raya bermarga Berutu datang meminang si boru Tinambunan. Tanpa basa basi, si boru Tinambunan langsung menolak pinangan si Berutu. Lantas, apakah pemuda kaya raya ini menyerah? Tidak…, sebab ia kembali berusaha mencari celah bagaimana harus mendapatkan putri rebutan pemuda desa tersebut.
Si berutu menantang si boru Tinambunan untuk berbalas pantun, dengan perjanjian, jika si boru Tinambunan kalah, maka ia harus bersedia menjadi istrinya. Tantangan tersebut diterima si boru Tinambunan, sebab ia pintar berbalas pantun (dalam bahasa batak disebut Marhuling huling assa). Saat pertarungan itu, keduanya silih berganti melontarkan pantun dan saling menjawab satu sama lain. Tidak ada yang menyerah. Akibatnya, saat pertarungan adu ketangkasan pantun itu, tidak ada yang kalah dan yang menang.
Usai pertarungan itu, si boru Tinambunan mengungkapkan kepada Si Berutu, bahwa dirinya telah menaruh cintanya kepada seorang pemuda miskin yang baik hati di desanya. Siapa pemuda itu?adalah Pariban kandungnya sendiri (anak dari adik perempuan bapak).
Namun si Berutu tetap ngotot untuk meminangnya. Trik lain pun dilakukan si Berutu. Diam-diam , Ia menemui ayah si putrid cantik itu. Kepada sang ayah, si Berutu langsung mengungkapkan niatnya untuk meminang putrinya. Awalnya, ayah si bru Tinambunan masih menolak.
Namun, si Berutu rupanya telah memiliki senjata ampuh untuk meluluhkan hati ayah si boru Tinambunan. Kepada sang ayah, si Berutu menawarkan, satu hamparan tanah luas yang dipenuhi kerbau diatasnya, ditambah 24 bakul emas, jika bersedia merestui pinangannya.
Sontak, sang ayah yang suka bermain judi dan banyak hutang inipun, langsung menerima tawaran si Berutu. Lantas, apakah persetujuan sang ayah diyakni akan langsung diterima putrinya? Sang ayah tidak yakin. Akibatnya, sang ayah dan si Berutu diam diam membuat trik. Bagaimana trik tersebut? Si Berutu menggelar acara pesta besar-besaran di Desa Sionom Hudon selama tujuh hari tujuh malam, yakni dengan memotong satu ekor kerbau setiap harinya. Sebelum acara pesta, si Berutu menemui si boru Tinambunan.
Ia menantang si boru Tinambunan untuk melayani para tamu selama tujuh hari tujuh malam, dengan perjanjian, jika si Berutu tidak mampu menyediakan kebutuhan pesta itu selama tujuh hari tujuh malam, maka ia akan mundur untuk meminangnya. Sebaliknya, jika si boru Tinambunan tidak mampu melayani para tamu selama tujuh hari tujuh malam, maka ia harus bersedia menjadi istrinya.
Acara pesta pun dimulai, hari pertama hingga hari kelima, si boru Tinambunan masih tahan untuk melayani kehadiran para tamu. Namun di hari ke-6, ia pun mulai kelelahan. Akibat kelelahan, ia pun beristirahat dan tertidur didalam sebuah rumah panggung bertiang kayu.
Saat itu, si Berutu dengan sejumlah pengikutnya pun, langsung memotong tiang rumah tersebut dan mengangkut secara bersama sama rumah itu ke kampung halamannya di Desa Ulu Merah (saat ini masuk ke Kecamatan Sitali Urung Julu, Pakpak Bharat). Dengan menelusuri hutan belantara hingga malam hari, si Boru Tinambunan masih tertidur pulas.
Namun, menjelang dini hari, saat beberapa kilometer lagi dari kediaman si Berutu, tepatnya di Delleng Simponen, salah satu kaki pengikut si Berutu yang mengangkut rumah itu, terantuk ke sebuah batu dan nyaris mengakibatkan rumah tersebut jatuh ketanah. Akibatnya, si boru Tinambunan pun terbangun.
Saat dirinya tengah terbangun, ia sadar bahwa dirinya telah dibawa oleh si Berutu. Kepada si Berutu, ia pun meminta agar berhenti sejenak di Delleng Simponen. Melihat situasi pengikutnya yang sudah mulai kelelahan, si Berutu pun menyetujui untuk beristirahat sejenak.
Saat itulah, si Boru Tinambunan terus menangis sambil menancapkan sepotong kayu ketanah, sehingga air matanya memenuhi sebuah kubangan kecil dari tancapan kayunya. Saat menangis tersebut, ia mengaku telah mengkhianati cintanya kepada Paribannya. Bagaimana tidak, ternyata, ia dengan paribannya sebelumnya telah sama sama bersumpah untuk sehidup semati.
Mendengar ungkapan hati si boru Tinambunan, terpaksa si Berutu langsung melanjutkan perjalanan kerumahnya. Saat tiba di Desa Ulu Merah kampung si Berutu, kedua orangtuanya langsung menyambut rombongan anaknya. Si boru Tinambunan pun dikeluarkan dari dalam rumah tempat dia tertidur pulas.
Kedua orangtua si Berutu pun menyiapkan beras di dalam sebuah bakul (dalam adat Batak, kedua anak yang membawa calon istri kerumah orangtuanya harus disambut dengan menaruh beras diatas kepada keduanya sebelum memasuki rumah). Si boru Tinambunan pun digiring si Berutu untuk memasuki rumahnya. Dengan berat hati, si boru Tinambunan melangkahkan kakinya untuk menaiki tangga demi tangga rumah orangtua si Berutu. Maklum, rumah orangtua si Berutu bertingkat tujuh.
Tak disangka sangka, di tangga ke-6, si boru Tinambunan terjatuh hingga ke tanah hingga jatuh pingsan. Setelah diberi pertolongan, si boru Tinambunan tak kunjung sadar, hingga pada akhirnya, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Akhirnya, Si Berutu pun hanya bisa menggerutu untuk meratapi nasibnya. Kemudian keluarganya langsung memberitahukan kabar duka tersebut ke kepada orangtua si boru Tinambunan. Mendapat kabar tersebut, orangtua dan keluarga si boru Tinambunan langsung menjemput jasad putrinya.
Dari kisah ini, diisyaratkan, bahwa ternyata, cinta itu tidak bisa dipaksa, cinta tidak bisa diukur dengan harta dan cinta digadaikan dengan apapun. Sedang, untuk mengenang kisah ini, sebuah patung si boru Tinambunan telah dibangun di Desa Sionom Hudom Timur II, Kecamatan Parlilitan dan sebuah kolam kecil khusus tempat si boru Tinambunan menangis di Delleng Simponen, perbatasan Kecamatan Parlilitan (Humbahas) dengan Kecamatan Sitali Urung Julu (Pakpak Bharat).
Banyak masyarakat yang sengaja berkunjung ke lokasi kolam air mata boru Tinambunan ini. Sebab, air dari kolam kecil ini, diyakini mampu mengobati berbagai jenis penyakit. Untuk mengabadikan sebuah foto dilokasi ini, bagi anda yang mau mengunjungi lokasi, sebaiknya “permisi dahulu”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar